Archive for Februari 2011

Iklan

Posted in | Leave a comment

MENGGAPAI HARAP DITENGAH BADAI KELESUAN PASAR KERAJINAN CIREBON

Aku dan Karya-karyaku
Aku diantara karya-karyaku

Seperti tak pernah berhenti badai menerjang dibelantara bisnis kerajinan Cirebon, hampir sepanjang  tahun musim kelesuan menguasai pasar. Dan badai tak pernah sekalipun berlalu memberi  luang meraup keuntungan, seperti enggan mengubah arah memberikan peluang menggapai harap. Itulah sekilas gambaran tentang pemasaran produk kerajinan Cirebon, yang juga terbebani untuk tetap eksis mempertahankan kelestariannya.
Meski beragam program dan bermacam kegiatan digelontorkan untuk para pengrajin kecil kita, tetap saja dipenghujung tujuan berputar dimuara ketidakpastian pasar. Berapa banyak pengrajin kita tidak mampu menembus pasar secara berkesinambungan, sehingga begitu sulit menopang jalannya usaha kerajinan. Terseok-seok diantara sepinya konsumen, terpedaya dalam arus kesulitan dan minimnya minat dilingkungan pasar baik lokal apalagi mancanegara.

Mampukah mereka bertahan ?
Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk dijawab,karena banyak faktor lain yang menyebabkan mereka masih bertahan dalam badai yang menerjang usaha kerajinan. Seperti apa sebenarnya  faktor  yang begitu mempengaruhi mereka untuk bertahan ? marilah kita kaji agar kita mampu memahami tentang kehidupan pengrajin kita. Adakah Solusi lain untuk mengentaskan kesulitan dikalangan para pengrajin kita ?

Pertama barangkali yang harus dikritisi mengapa pangsa pasar kerajinan sulit beralih menjadi sebuah keuntungan dan meningkatkan kesejahteraan hidup para pengrajin. Coba kita lihat seperti apa program dan kegiatan yang telah diberikan Pemerintah kita, apakah program dan kegiatan tersebut berkesinambungan sampai menyentuh kepada upaya terobosan pasar? Terkadang program dan kegiatan terkendala dengan keterbatasan anggaran sementara yang harus dilayani begitu banyak baik jumlah dan ragam usaha, menyiasati dengan skala prioritas masih juga dihadapkan kepada penjualan produk yang terbatas pula.
Jika memang hal itu menjadi penyebab kurang fokusnya melakukan peningkatan usaha kerajinan, sebaiknya dibuat satu koridor pembinaan yang berjenjang hingga ke tingkat Pemerintah Pusat. Sebagai contoh apabila ditingkat daerah sedang memprioritaskan salah satu kerajinan daerah, maka harus pula menyambung dengan Program dan Kegiatan yang disediakan di Tingkat Pemerintah Provinsi yang berakhir menyatunya Skala Prioritas Program dan Kegiatan di Tingka Pemerintah Pusat.

Memang akan terasa sulit menyatukan langkah untuk membesarkan,meningkatkan dan memperluas pangsa pasar bagi sebuah produk kerajinan daerah, selama tingkat koordinasi mengalami pergeseran tujuan. Apalagi ditingkahi dengan  berbagai keinginan yang bisa jadi memperlambat  kecepatan terobosan pasar kerajinan itu sendiri. Ilustrasinya sangat mudah, kalau didaerah memperjuangkan satu produk andalan yang ingin diwujudkan menjadi produk unggulan belum berarti di tingkat Pemerintah Propinsi akan juga sama memprioritaskan produk tersebut apalagi di Tingkat Pusatnya bisa  jadi produk akan berbeda dengan yang diperjuangkan didaerah.

Tetapi semua akan menjadi satu komando jika ada hal yang sangat istimewa terhadap produk tersebut. Salah satu contoh adalah Kerajinan Batik. Jauh sebelum batik mendapat pengakuan dan penghargaan UNESCO, geliat memperjuangkan Batik agar berhasil dalam setiap pangsa pasar tidaklah pendek waktunya. Mungkin puluhan tahun para pengrajin Batik memperjuangkan nasibnya agar bisa mendapatkan peluang dimata seluruh konsumen baik lokal,regional,nasional bahkan international. Dilalahnya, ada kasus diakuinya Batik oleh Negara lain, maka semua seperti tersadar dalam mimpi bersama melakukan upaya agar Batik tidak diakui Negara lain. Begitu Unesco memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap produk Batik yang akhirnya hanyalah milik Indonesia, serempak pula dari seluruh tingkatan Pemerintah berlomba-lomba melakukan aksi untuk mensosialisasikan Batik dengan bermacam program dan kegiatannya. Gelar dan Gebyar Batik sering kita dengar melalui event kegiatan Pameran baik local, Regional, Nasional bahkan International. Berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk program dan kegiatan dimaksud, tak pernah merasa rugi karena memang sedang dalam masa booming batik.

Nah sekarang bagaimana dengan para pengrajin Batik itu sendiri ? akan sangat beragam dari hasil booming batik tersebut, tergantung dari masing-masing pribadi menyikapi hal ini. Banyak pengusaha yang merasa ketiban untung besar dengan booming batik tersebut karena “mendompleng” program dan kegiatan yang dilakukan Pemerintah, tapi banyak juga para pengrajin batik yang merasakannya “biasa-biasa saja”. Namun secara keseluruhan kebangkitan Batik Indonesia mulai merangkak menaiki tangga kesuksesan meraih pangsa pasar, banyak juga yang kewalahan menerima pesanan barang karena banyak pengusaha “dadakan” menjual produk batik.
Didunia maya tak kalah hebohnya dengan bermunculannya Web, Blog atau Toko Online yang memasarkan Batik yang diyakini sebagian besar adalah pengusaha atau pedagang “dadakan” dan sedikit sekali yang dilakukan para pelaku usaha kerajinan Batik. Dan yang sangat menggembirakan justeru Pasar Lokal didongkrak dengan kebijakan Pemerintah Daerah, Propinsi dan Pusat untuk membudayakan memakai pakaian seragam batik dalam hari-hari tertentu disetiap minggu dan bulannya. Sangat hebat pergerakan kebangkitan Batik Indonesia ini saat sekarang.
Lalu bagaimana dengan nasib Pengrajin diluar kerajinan Batik ? hal inilah yang menjadi fokus tulisan saya pada saat ini. Karena mungkin tidak akan gampang menyatukan booming seluruh produk kerajinan dlam waktu yang bersamaan, karena banyak factor lain yang akan membedakan pergerakan itu sendiri.
Kita menyadari Batik cepat bergerak karena ada sebab yang membuat seluruh masyarakat Indonesia merasa terpanggil, Batik cepat membooming karena Batik adalah salah satu kebutuhan sandang yang diperlukan konsumen, Batik dapat meraih pasar karena banyak ragam dengan harga terjangkau masyarakat lapisan menengah kebawah.
Akan sangat berbeda ketika harus memboomingkan Lukisan Kaca Cirebon misalnya. Satu hal yang membedakan karena tidak semua orang menyukai seni, karena Lukisan Kaca bukan kebutuhan sandang yang banyak dibutuhkan masyarakat, karena Lukisan Kaca hanya tumbuh di Cirebon dan bukan seluruh daerah di Indonesia ini. Tetapi bisa saja produk kerajinan Lukisan Kaca akan membooming didaerah sendiri dengan pangsa pasar lokal dengan mengubah strategi pemasaran produk dan teknik pembuatan produk yang harus diarahkan kepada kebutuhan pasar serta memproduksi produk inovatif, kreatif dan bersifat fungsional. Andai saja Lukisan Kaca bukan hanya pajangan atau hiasan dinding semata, andai saja Lukisan Kaca menjadi hiasan alat rumah tangga seperti meja ,kursi, buffet, penyekat ruangan, kaca hias,lampu hias dan barang fungsional yang banyak dibutuhkan masyarakat. Mungkin sedikitnya produk Lukisan Kaca Cirebon dapat mampu mendongkrak pemasaran produknya dan dapat dibutuhkan oleh konsumen masyarakat menengah kebawah.

Kedua, peningkatan pemasaran produk kerajinan Cirebon secara keseluruhan akan dapat berjalan lancar dan berkembang pesat, apabila kita mampu mengkritisi tentang “Motivasi  Diri” dari masing-masing pelaku usaha dan pengrajin yang bergerak di bidang kerajinan Cirebon. Betapa tidak dalam situasi pergerakan barang-barang asal Negara China sebagai dampak dari CAFTA (China Asean Free Trade Area) sangat memprihatinkan bagi keberlangsungan pelaku usaha kerajinan dimanapun tempat di Indonesia ini. Secara perlahan tanpa kita sadari beberapa tenaga yang biasa bekerja di bidang kerajinan mulai beralih untuk menjadi Pedagang Produk China, karena upah yang diterima sangat berbeda bahkan bekerja menjadi tenaga pemasar Produk China yang notabene berada pada Gedung Pasar Modern seperti Mall atau Hyper Mart, jelas  akan meningkatkan penampilan diri dari penampilan sebelumnya. Kita tidak dapat menahan keinginan para pelaku usaha yang kebanyakan anak-anak muda usia pencari kerja produktif (terutama di kota-kota besar), mereka akan cepat tertarik dengan ajakan bekerja di counter-counter HP, barang elektronik atau tenaga pemasaran barang luar lainnya ketimbang bekerja ditempat sederhana diruang produksi kerajinan yang kebanyakan berada di pedesaan dan perkampungan. Memberikan motivasi untuk tetap berusaha secara tekun,sabar,telaten dan tidak menyerah kepada situasi apapun akan terasa sulit dikembangkan dan dilaksanakan selama kondisi minimal tidak dilakukan perubahan. Barangkali kita tidak perlu menunggu waktu untuk membedah fenomena perkembangan produk kerajinan Cirebon ini, segera memulai pembenahan disemua sisi baik program, kegiatan dan pendanaan yang tepat sasaran. Banyak Instansi yang mempunyai kewenangan pembinaan terhadap para pengrajin kita, selama bisa berpangku tangan bersama-sama memberikan bantuan dan bimbingan usaha serta melakuka terobosan pasar, suatu saat kerajinan Cirebon akan bangkit memperkuat jati dirinya.

Ketiga, perkembangan dan pelestarian produk kerajinan Cirebon akan mampu melewati masa-masa kelesuan pemasaran seandainya ada keterpaduan pembinaan yang diarahkan mulai dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari teknik produksi, inovasi produk, diversifikasi produk, penguatan kelembagaan usaha, penguatan manajemen usaha,pemberian permodalan dengan bunga lunak dan tanpa agunan, pemberian bantuan pemasaran lokal,regional,nasional dan international, mempermudah periujinan, memberikan perlindungan HAKI, mempermudah memiliki SNI dan lain sebagainya. Maka akan dibayangkan pada akhir perjalanan waktu banyak pengrajin kita yang meraih impiannya dan memiliki dunia usaha yang prosfektif.

Keempat, perjalanan usaha kerajinan Cirebon akan mendapatkan kondisi yang diharapkan apabila dilengkapi dengan fakor keempat yakni menjiwai dan memahami “Rasa Cinta Produk Sendiri”. Bukankah slogan itu sudah lama kita dengar dan sudah lama melekat dipendengaran kita. Tetapi mengapa hanya “dilidah” ? mengapa hanya “didengar” ? Tinggalkan mulai saat ini memanjakan Produk Luar, mulailah senang berpakaian Batik produk Cirebon, bersepatu produk pengrajin sendiri,berdasi hasil konfeksi daerah sendiri, menata hiasan dinding dengan produk Lukisan Kaca Cirebon, mempercantik sudut ruangan dengan Topeng Cirebon, menikmati empuknya kursi dengan produksi pengrajin sendiri, bahkan menikmati lezatnya makanan dengan makanan khas Cirebon.
Subhanallah jika itu dilakukan oleh seluruh masyarakat Cirebon, rasanya kita takkan mendengar keluh kesah sulitnya pemasaran produk kerajinan Cirebon. Jika semuanya melakukan pergerakan mencintai produk sendiri secara utuh dan berkelanjutan, mustahil kerajinan Lukisan Kaca menggeliat kesusahan, mustahil pengrajin Topeng Cirebon merajuk kesulitan, mustahil pengrajin rotan, pengrajin ukiran diterpa badai kelesuan. Bukankah Badai Pasti Berlalu ? itulah harapan kita agar Badai Kelesuan Kerajinan Cirebon berlalu , yang ada hanyalah saat-saat menyongsong situasi dan kodisi usaha menuju perbaikan dan perubahan.

Sampai disini kuketik tulisan ini, karena tak mungkin cukup memuat geliat hati yang resah dan gejolak hati yang gundah. Bukan bermaksud tidak mensyukuri keadaan, tetapi hanya sebagai “sharing” pemikiran agar Badai Kelesuan Kerajinan Cirebon segera berlalu untuk menggapai cita,cinta,cipta dan karsa demi pelestarian dan perkembangan Produk Kerajinan Cirebon yang diharapkan tetap abadi dihati kita selamanya. Semoga.
Penulis,

Halimi,SE,MM.
Sumber dari http://halimicirebon.wordpress.com/2010/11/22/menggapai-harap-ditengah-badai-kelesuan-pasar-kerajinan-cirebon/

Posted in | Leave a comment

Menata Cinta Produk Sendiri



Aku dan karyaku
Mengapa kehadiran CAFTA menimbulkan rasa was-was dihati para pengrajin kecil ?Mungkin karena produk China sangat murah harganya, mudah dicari barangnya, mudah memilih karena banyak ragamnya, sangat ngetrend karena merupakan barang yang banyak dicari. Barangkali masalah kualitas yang perlu diuji kembali.
Serbuan pasar oleh barang-barang China didorong oleh hasil perjanjian CAFTA, suka atau tidak suka, maka semua dikembalikan kepada konsumen yang menerima manfaat atas barang-barang tersebut.Disisi lain kehadiran barang-barang China merupakan ajang kompetisi bagi produk lokal yang sejenis, sehingga diharapkan akan meningkattkan daya kreatifitas bagi para pengrajin kita yang pada muaranya diharapkan produk lokal mampu bersaing dipasaran.
Tetapi apa yang terjadi kemudian ? ternyata barang-barang produksi China sangat mempengaruhi produk lokal yang sejenis. Walaupun terbatas pada produk yang jarang diproduksi di negeri kita, salah satunya Handphone, mungkin dinegeri kita tidak terlalu banyak yang memproduksinya. Sedangkan di negeri China penerapan Teknologi terkini sangat cepat perkembangannya, sehingga kemunculan produk saingan sangat banyak dan beragam.
Keinginan konsumen benar-benar dimanjakan oleh produsen barang tersebut, cobal lihat betapa harga HP semakin terjangkau oleh konsumen kecil. Soal kualitas ? rasanya masih dikesampingkan yang penting harganya murah meriah dan bermanfaat sekedar untuk sms,telpon dan berselancar didunia maya. Kontan saja vendor produk bermerek harus mengencangkan ikat pinggang dalam persaingan yang sangat ketat, herannya harga jual kembali HP bermerek terus merosot tajam dari harga yang dibeli semula.
Sekarang kita kembali ke produk diluar HP, salah satunya adalah kerajinan. Bedrsyukur kerajinan kita masih belum banyak bersaing dengan produk yang membanjiri pasar. Terlepas dari pengecualian dalam impor produk kerajinan luar atau tidak, kenyataan dilapangan sangat sulit mencari produk Lukisan Kaca China yang beredar dipasaran. Kesempatan ini sebenarnya harus menjadi peluang bagi para pengrajin kita dalam meningkatkan penjualanproduknya, karena tidak adanya barang sejenis yang menjadi pesaing dipasaran. Tetapi apa lacur, sebelum CAFTA ada maupun sesuydah CAFTA hadir, kenyataannya produk kerajinan lokal tetap berjalan ditempat alias biasa-biasa saja.
Jadi apa sebenarnya yang terjadi ? kelihatannya perlu penelitian lebih jauh tentang keterpurukan penjualan kerajinan produk sendiri didunia Global ini. Banyak hal yang mempengaruhinya, banyak pula ragam hambatanya, kita perlu mengevaluasi dari akar yang sangat dalam yakni adakah cinta terhadap produk sendiri ? Kalau dugaan ini benar, berarti kita sudah mulai menghapus memori akan “Rasa Cinta Produk Sendiri”. Dan jika ini juga benar, maka jangan harap Kerajinan Produk Sendiri lambat laun akan hengkang dari ingatan konsumen lokal.Berarti kiat perlu mendongkrak kembali “Image Branding” terhadap produk yang dihasilkan bangsa sendiri.
Tahapan awal tentunya marilah kita menata kembali arti “Cinta” terhadap Produk Sendiri, benamkan dalam-dalam dibenak dan pikiran serta hati kita untuk terus mencintai produk sendiri. Kehadiran produk luar, biarkan saja sebagai bahan perbandingan, tetapi sebaiknya memilih produk sendiri adalah sesuatu yang sangat “urgen”. Biasakan mengingat produk-produk buatan negeri sendiri baik berupa seni,kerajinan maupun alat fungsional. Mulailah menyukai dengan membeli produk-produk dalam negeri yang didalamnya tertanam rasa cinta dan tanggung jawab untuk tetap melestarikan keberadaan dan perkembangan produk lokal. Jadi siapa lagi yang harus melestarikannya? jika bukan diri kita sendiri. Lambat laun perkembangan kerajinan dari hasil produk sendiri akan tetap lestari dan berkembang sepanjang masa serta mampu mendongkrak indeks daya beli masyarakat kita.
Betapa pentingnya menata cinta produk sendiri dalam mempertahankan kelestarian produk Indonesia, maka akan menjadikan lahan potensial bagi kemajuan para pengrajin kita. Membeli produk sendiri setidaknya berdampak kepada peningkatan kesejahteraan para pengrajin kita. Sayang jika para pengrajin yang dulu rajin berkarya, kini beralih profesi menjadi penjaja produk China atau produk negara lain. Sangat disayangkan apabila dikelak kemudian hari , Lukisan Kaca tinggal nama, Topeng Cirebon tinggal cerita, atau bisa jadi Batik Tulis karya adiluhung bangsa Indonesia tinggal kenangan karena dibabat habis Batik Printing negeri seberang lautan. Menyakitkan bukan?
Oleh karenanya, marilah dari saat ini, kita mulai menata kembali rasa cinta terhdap produk sendiri. Mulai dari diri sendiri dan lingkungan sendiri. Insya Allah pada akhirnya kerajinan lokal kita atau produk hasil sendiri akan tetap berkibar, lestari dan berkembang dinegeri sendiri. Semoga.
Penulis,
Halimi,SE,MM.
Sumber dari http://halimicirebon.wordpress.com/2010/11/22/menata-cinta-produk-sendiri/

Posted in | Leave a comment

Rebut Peluang Bisnis dimasa sulit

Banyak peluang bisnis skala modal kecil untuk memanfaatkan trend bisnis yang marak di Kota-kota besar. Jadikan trends bisinis marak juga di kota-kota kecil lainnya. Seperti apa sebenarnya trends bisnis skala modal kecil. Sebenarnya tak sulit untuk menebak, kalau kita amati secara cermat tentang prilaku konsumen atau calon konsumen sudah nampak didepan mata kita. Barangkali yang perlu dicermati sejauh mana pengaruhnya terhadap nilai perkembangan bisnis. Ingat menghitung perkiraan untung ruginya sebuah bisnis yang akan dijalankan harus dapat dibayangkan sejak awal.
Kita ambil contoh Pertama: Produksi Gula Aren dan Gula Semut sudah jelas ada sebagai bahan baku utama yang potensial bukan ? Nah sekarang sedikit saja melakukan inovasi produk atau diversifikasi produk. Buat Kemasan ukuran berat lebih ringan dengan "memfokuskan" kemasan mungil ,indah dan menarik. Hanya dengan menambahkan kemasan dengan produk yang sama SUDAH MEMPUNYAI NILAI LEBIH.
Contoh Kedua : Produk Gula Aren digabung dengan Produk Kopi atau Produk Jahe lalu dikemas dengan kemasn yang menarik. Maka Jadilah Produk Baru yang Inovatif "Kopi Gula Semut" atau " Jahe Gula Semut". Buat iklannya yang sedikit menggigit dan bikinpenasaran calon konsumen. DIJUAL MINUMAN KOPI ISTIMEWA ATAU DIJUAL MINUMAN KESEHATAN JAHE GULASEMUT.
Masih banyak contoh-contoh lainnya yang bisa digali. Yang terpenting adalah keinginan yang kuat (Motivasi) dan kepandaian berinovasi (Inovatif) serta terus menggali ide cemerlang (Kreatif). Dan jangan lupa manfaatkan komunitas yang sudah melembaga, sebagai contoh membuat kelompok produksi dan pemasaran dikalangan Ibu-ibu PKK setempat lalu dipromosikan melalui PKK Kabupaten atau Kota Setempat. atau kelompok lain yang mempunyai anggota cukup banyak seperti Kelompok Petani, atau Kelompok PKL bahkan Kelompok Pengajian. Yang jelas kelompok-kelompok inilah yang nantinya menjadi mesin produktif untuk menggelindingkan usaha Home Industri bahkan lebih jauh lagi jangkauannya.

 Jika semuanya direncanakan dengan baik, bukan tidak mungkin akan muncul outlet outlet makanan khas, outlet-oulet kerajinan khas dan lain sebagainya yang akan menambah semarak bisnis "Oleh-oleh Khas Rangkasbitung" yang biasanya banyak dicari para pelancong atau tamu-tamu yang datang ke Kabupaten Rangkasbitung. Perjalanan sukses memang masih jauh didepan tetapi mustahil sukses dapat diraih tanpa perjuangan sejak awal. Sekarang hampir disetiap Kabupaten dan Kota di Indonesia sedang giat-giatnya menggali bisnis oleh-oleh dan cinderamata yang diyakini akan menjadi Trend yang tidak mengenal waktu.
Jadikan setiap jengkal tanah di kotamu menjadi tempat " Pamer Produk Khas Daerah" Bukan tidak mungkin dapat mempercantik kota dan daerah dengan maraknya bisnis "Oleh-oleh dan Cinderamata" Khas Daerah.
Sampai disini dahulu. Salam.
Penulis : Halimi, SE, MM.

Posted in | Leave a comment

penyulingan minyak cengkeh

                                                                              Lokasi Pabrik

                                                                   Bangunan Pabrik
                                                              Pabrik diantara kebun kelapa
                                                                     Akses Jalan masuk



























Posted in | Leave a comment

VISI CV ALTERNATIF

MENJADIKAN CV ALTERNATIF PERUSAHAAN TERBESAR YANG BERGERAK DIBIDANG PALM SUGAR DI WILAYAH BANTEN YANG SAMPAI SAAT INI TELAH BERPERAN AKTIF MEMBERIKAN PELATIHAN TERHADAP 16.800 PETANI DI KABUPATEN LEBAK.
CV. ALTERNATIF TELAH MAMPU MENJADIKAN PALM SUGAR KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN LEBAK PROPINSI BANTEN.
JADI SANGAT LAYAK APABILA PIHAK LAIN INGIN BERMITRA DENGAN CV. ALTERNATIF DALAM PEMASARAN PALM SUGAR, KARENA MEMANG BISNIS PROSFEKTIF.

Posted in | Leave a comment

10 Sektor Bisnis Yang Tetap Tumbuh Saat Krisis

Krisis ekonomi yang melanda negeri ini beberapa waktu yang lalu menimbulkan dampak yang cukup serius bagi dunia bisnis. Meski Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan menengah relatif memiliki ketahanan terhadap krisis, namun imbasnya tetaplah ada. Dalam bisnis usaha kecil maupun skala lainnya, ada beberapa sektor usaha yang relatif tahan krisis bahkan tetap tumbuh di saat situasi ekomomi kurang kondusif. Bagi anda yang berminat memulai bisnis atau mengembangkan bisnis baru ada baiknya mempertimbangkan beberapa sektor bisnis yang tahan krisis tersebut.
Setidaknya ada sepuluh sektor bisnis yang tahan krisis yang layak untuk dipertimbangkan dan memiliki peluang usaha yang cukup baik bagi anda.

1. Sektor jasa: sektor ini, yang menyokong separuh dari kegiatan ekonomi, tetap tumbuh di saat krisis, karena di saat krisis, diperlukan jasa-jasa atau layanan baru yang sesuai dengan kondisi ini.
2. Toko diskon: harga yang lebih rendah selalu identik dengan penjualan yang lebih banyak. Tak heran jika harga-harga saham ritel seperti Wal-Mart meningkat ketika harga-harga saham sektor lainnya jatuh.
3. Fast food: di saat krisis, restoran cepat saji seperti McDonald’s justru mengalami peningkatan penjualan, karena para konsumen dari makanan yang lebih mahal kini beralih ke menu makanan yang lebih terjangkau.
4. Barang second: barang second itu oke saja bagi konsumen yang mencari ‘harga terbaik’, yang berpikir: yang penting kan manfaatnya.
5. Real estate, khususnya klinik dan rumah sakit.
6. Netbook: Sepuluh juta laptop mini ini, yang berharga antara 3-5 juta rupiah, terjual tahun lalu, meroket dari beberapa ratus ribu buah saja pada tahun 2007. Model-model baru yang bekerja lebih cepat dengan batere yang tahan lebih lama, akan makin banyak terjual di saat krisis ini.
7. Layanan pendidikan dan kesehatan: di Amerika Serikat misalnya, sektor ini tumbuh lebih pesat dari sektor lainnya, dan diperkirakan bakal menyerap 5,5 juta tenaga kerja dari tahun 2006 sampai 2016.
8. Social networking: hanya empat bulan setelah menembus 100 juta pengguna, Facebook mencapai 150 juta pengguna pada Januari lalu dan sudah mencapai 200 juta saat Anda membaca tuluisan ini. Bisnis apa saja yang menghubungkan diri dengan Facebook ini, akan mendapat imbas dari meningkatnya popularitas layanan ini.
9. 3-D: teknologi gambar 3 dimensi kini meningkat pesat, dan pengguna konten layanan 3-D juga makin banyak.
10. Tabungan: jumlah tabungan meningkat sebagai antisipasi kalau-kalau krisis berlangsung lebih lama. Tak heran jika penjualan produk atau jasa yang berkaitan dengan ini, mulai dari tabungan, deposito, hingga piggy bank, juga meningkat.
Anda mau memulai bisnis, mungkin 10 sektor bisnis tahan krisis tersebut layak dipertimbangkan.
http://halimicirebon.wordpress.com/2011/02/03/10-sektor-bisnis-yang-tetap-tumbuh-saat-krisis/http://halimicirebon.wordpress.com/2011/02/03/10-sektor-bisnis-yang-tetap-tumbuh-saat-krisis/

Posted in | Leave a comment

Suku Baduy dan sejarahnya

Suku Baduy dan sejarahnya

orang baduy
adat istiadat orang pedalaman (baduy)
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Wilayah
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C.
Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes ‘dalam’ tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
Asal Usul
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai ‘Tatar Sunda’ yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Baduy adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Baduy sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-oraang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala’ (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau ‘Sunda Asli’ atau Sunda Wiwitan (wiwitann=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa.
Ada versi lain dari sejarah suku baduy, dimulai ketika Kian Santang putra prabu siliwangi pulang dari arabia setelah berislam di tangan sayyidina Ali. Sang putra ingin mengislamkan sang prabu beserta para pengikutnya. Di akhir cerita, dengan ‘wangsit siliwangi’ yang diterima sang prabu, mereka berkeberatan masuk islam, dan menyebar ke penjuru sunda untuk tetap dalam keyakinannya. Dan Prabu Siliwangi dikejar hingga ke daerah lebak (baduy sekarang), dan bersembunyi hingga ditinggalkan. Lalu sang prabu di daerah baduy tersebut berganti nama dengan gelar baru Prabu Kencana Wungu, yang mungkin gelar tersebut sudah berganti lagi. Dan di baduy dalamlah prabu siliwangi bertahta dengan 40 pengikut setianya, hingga nanti akan terjadi perang saudara antara mereka dengan kita yang diwakili oleh ki saih seorang yang berupa manusia tetapi sekujur tubuh dan wajahnya tertutupi oleh bulu-bulu laiknya monyet.dan ki saih ini kehadirannya di kita adalah atas permintaan para wali kepada Allah agar memenangkan kebenaran.
Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).
Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
Kelompok Masyarakat Suku Baduy
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik). Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Baduy Luar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka “Baduy Dangka” tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).
Struktur Pemerintahan
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”. Struktur pemerintahan secara adat Kanekes adalah sebagaimana tertera pada Gambar 1.
Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “puun” yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat kapuunan (kepuunan) dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung (Makmur, 2001).
Mata Pencaharian
Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.
Interaksi Dengan Masyarakat Luar Baduy
Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Baduy Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa menyewa tanah, dan tenaga buruh.
Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula kawung/aren melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.
Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk.
Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Baduy juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Baduy sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup.
http://kampungsekolah.wordpress.com/pariwisata/suku-baduy-dan-sejarahnya/

Posted in | Leave a comment

Saatnya Baduy Bicara


BANTEN, INDONESIA - FEBRUARY 06:  Two women of...
Image by Getty Images via @daylife
Membaca buku “Saatnya Baduy Bicara” yang baru saja diluncurkan bulan ini, Oktober 2010, saya mendapat kesan yang luar biasa tentang  paradigma ‘berpikir’ para pemimpin, yang lebih di kenal dengan sebutan Jaro dan pemimpin puncaknya ‘Puun.’ Pak Asep Kurnia, penulis buku ini, sanggup dengan bahasa yang mengalir, enak dibaca, menyuguhkan bagaimana ’strategi budaya’ para pemimpin Baduy dalam menghadapi dinamika perubahan sosial baik di luar, ataupun di dalam masyarakat Baduy itu sendiri. Banyak sekali percakapan-percakapan dipaparkan dalam bahasa aslinya (Sunda.) Dengan demikian, bagi pembaca lokal yang memahami bahasa ‘ibu’ Sunda dialek Banten, paparan ini lebih membantu memahami ’situasi batin’ kegelisahan para Jaro.  Meskipun, barangkali teks bahasanya sudah mengalami pengeditan oleh Pak Asep Kurnia sendiri, sehingga bercampur dengan dialek ‘Sukabumi‘ atau bahasa Sundanya lebih ‘nyakola.’ (Pak Asep, asli Sukabumi yang sudah puluhan tahun  berada dilingkungan Baduy, sebagai guru di Leuwidamar, kecamatan tempat Baduy berada, Kabupaten Lebak Banten.)
Paradigma seperti apa? Masyarakat Baduy menyambut perubahan jaman dengan mempersilahkan warganya memperoleh pendidikan. Inilah catatan yang luar biasa. Meski dalam buku itu disebutkan angka 90% anak-anak Baduy tidak mengikuti sekolah formal, telah banyak usaha-usaha yang dilalukan warga Baduy yang dimotori oleh ‘pejuang-pejuang’ Baduy dari luar Baduy, agar mereka bisa membaca. Ijin sekolah inipun tentunya dengan catatan, selama tidak melanggar aturan adat. Nah, ini dia, yang menjadi peer para stakeholder Banten untuk menemukan metoda yang tepat dalam mendekati ‘Baduy.’ Penulis buku ini sangat yakin bahwa masyarakat Baduy juga ‘berkeinginan’ bisa seperti saudara-saudara mereka yang lainya, bisa membaca. Pak Asep seperti membukakan pintu, silahkan masuk dan jangan lupa anda sedang bertamu di rumah orang, ikuti tata-krama di rumah ini. Bisa jadi sekolah di Baduy tidaklah sama dengan sekolah di Leuwidamar (luar Baduy,) namun mereka mendapatkan pengetahuan yang perlu bagi kehidupan masyarakatnya dengan tanpa ‘melanggar’ adat.
Saya tidak bermaksud sedang meresensi buku ‘Saatnya Baduy Bicara’ ini, namun ingin mengabarkan pula kepada khalayak karena kegembiraan saya menyambut karya tentang Baduy. Buku setebal 294 halaman ini menambah khasanah literatur tentang Baduy. Baduy memang seperti gadis cantik pemalu, yang mengurung diri di kamar. Sehingga banyaklah yang datang untuk ‘memuaskan’ rasa penasaran, secantik apakah gerangan gadis ini, siapakah dia?
Inti jagat memang penuh misteri sejak dahulu dan akan tetap menjadi misteri. Mengapa kita bertanya dan mempermasalahkan siapa, darimana orang Baduy itu? Lihatlah, dengan kesahajaannya para pemimpin Baduy sudah membuktikan selama berabad-abad, sejak sebelum kerajaan Salakanagara, melewati Pajajaran, Tarumanagara, Kesultanan Banten, Kolonial Belanda dan saat ini di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indoneisa, bahwa dengan ‘Pikukuh’ mereka sanggup membawa rakyatnya melayari sejarah tanpa konflik yang vulgar, tanpa kekerasan, apalagi pembunuhan, penghilangan nyawa, dan tentu saja tanpa korupsi. Bapak Imam Prasojo selayaknya memberi saran kepada para wakil rakyat di Senanyan, agar mereka tak perlu jauh-jauh belajar etika ke Yunani. Mampirlah di Baduy, Desa Kanekes, Banten, Indonesia.
Cover Buku Saatnya Baduy Bicara
Kembali ke buku kita ‘Saatnya Baduy Bicara.’ Maka mari, inipun adalah ‘Saatnya Bicara Baduy.’ Tanpa Kitab Agama, kita disuguhi pelajaran hidup tentang bagaimana manusia belajar dalam harmoni dengan alam dan sesamanya. Membaca buku ini, seperti pergi Saba Budaya Baduy, tapi sebelumnya kita mampir dulu ke kantor gubernur, kantor bupati dan kantor Kecamatan disuguhi data-data, angka-angka tentang jumlah posyandu, angka melek huruf, demografi penduduk dan data statistik lainya. Data ini up-to-date dan tentunya sangat bermanfaat sekali, terutama bagi mahasiswa sosiologi atau kependudukan atau pemerintahan yang tengah mencari bahan untuk skripsi. Jangan lupa, meski masyarakat Baduy ‘tidak bersekolah’ namun mereka sudah melahirkan sarjana-sarjana, S1, S2, S3 baik lokal atau pun global. Banyak disertasi doktor tentang Baduy. Dan satu lagi, Baduylah pula yang melahirkan kesarjanaan salah satu penulis buku ini, Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si (beliau Dekan FISIP Untirta Serang.) Anda percaya?
Begitulah, masih banyak misteri Baduy yang bisa kita ceritakan. Saatnya Bicara Baduy.
http://visitbaduyvillage.com/baduyblog/wordpress/

Posted in | Leave a comment

Naik Kereta Api ke Rangkasbitung

Sebagai sebuah sejarah, Sukarno pun bisa dibelah-belah. Belahan pertama adalah periode tahun 1920-an, ketika ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Sebagai pendiri dan pemimpin PNI, Sukarno berhasil memberikan arah baru nasionalisme Indonesia. Belahan kedua adalah periode 1940-an, di era pendudukan Jepang. Pada era ini, Sukarno menjadi pemimpin terbesar dalam perjuangan nasional Indonesia.
Penggalan ketiga adalah era 1956 – 1959, saat ia melahirkan demokrasi terpimpin ala Sukarno. Nah, sekelumit sejarah berikut ini adalah penggalan peristiwa tahun 1957, periode unjuk pengaruh bagi bangsa yang terus dirundung konflik internal. Konflik politik yang melelahkan.

Awal tahun 1957, Bung Karno berkunjung ke belahan Banten yang lain. Ia mengunjungi Rangkasbitung dan Serang. Perjalanan ke Rangkasbitung, ibukota Kabupaten Lebak sekarang, dilakukan menggunakan kereta api uap, menempuh jarak 83 kilometer melewati jalur Serpong dan Parungpanjang.

Kota ini, tidak kalah pamor dibanding kota-kota di sekitar Jakarta seperti Buitenzorg (Bogor) di selatan Jakarta, maupun Rengasdengklok dan Karawang-Bekasi di timur Jakarta. Nama besar penulis Multatuli atau Max Havelaar memberi kontribusi berarti bagi Rangkasbitung. Benar, Multatuli pernah tinggal di kota ini.
Begitu tiba di stasiun, massa menyambutnya dengan gegap gempita. Lautan massa juga tumpah ruah di alun-alun kota Rangkasbitung. Di sini pula, Bung Karno melancarkan orasinya. Di tengah suhu politik yang bergelombang, Bung Karno terus dan terus menyuarakan pesan persatuan.

Kabinet boleh jatuh bangun, tetapi rakyat Indonesia tetap kokoh berdiri di belakang Bung Karno. Kabinet Wilopo hanya bertahan setahun (1952-1953), disusul Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), kemudian Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1966), menyusul kemudian Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957), dipungkasi dengan Kabinet Djuanda (1957-1959). Setelah itu, barulah era Demokrasi Terpimpin yang didahului dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Setelah perjalanan yang melelahkan, Bung Karno cukup puas dengan sajian budaya tradisi kita: Seni angklung Badui dan atraksi debus yang mendebarkan…. (roso daras)
http://rosodaras.wordpress.com/2009/07/31/naik-kereta-api-ke-rangkasbitung/
http://www.indowebster.web.id/archive/index.php/t-33789.html

Posted in | Leave a comment

Rangkasbitung dalam Sejarah Indonesia

Hari itu, 22 Januari 1857, langit Rangkasbitung dihiasi awan putih bersemu kelabu ketika seorang Belanda yang ditugaskan sebagai Asisten Residen di Kabupaten Lebak berpidato. Puluhan orang berbaju rapih, duduk berjajar teratur menghadap sang Asisten Residen yang baru dilantik itu. Suasana takzim terpancar dari roman muka hadirin, terlebih dari sinar mata Asisten Residen yang memulai pidatonya.
”Tapi saya lihat, bahwa rakyat tuan-tuan  miskin, dan itulah yang ”menggembirakan” hati saya.... Katakan kepada saya, bukankah si petani miskin? Bukankah padi menguning seringkali untuk memberi makan orang yang tidak menanamnya? Bukankah banyak kekeliruan di negeri tuan?”

Demikianlah tukilan pidato Eduard Douwes Dekker alias Multatuli alias Max Havelaar di hadapan para petinggi Kabupaten Lebak. Pidato yang kritis itu dilakukan di serambi kantor di Rangkasbitung, sehari setelah pengangkatannya sebagai Asisten Residen Lebak.

Pernyataan kegembiraan Douwes Dekker mengenai banyaknya rakyat miskin di Kabupaten Lebak bermakna sebagai sindiran halus, bagi para petinggi di Rangkasbitung. Melalui sindiran itu, dia berharap terjadi perubahan kinerja di kalangan pemerintahan di Rangkasbitung, yang saat itu terkenal korup.

Tingginya pajak, panen yang selalu gagal, kesenjangan ekonomi-sosial yang lebar dan menurunnya produksi ternak, menjadi sebuah keniscayaan yang tak terelakkan bagi penduduk Rangkasbitung, dan Lebak pada umumnya. Korupsi besar-besaran di kalangan pejabat pemerintahan kala itu, pun semakin menurunkan standar hidup penduduk. Situasi ini  juga dialami di hampir seluruh daerah di Banten. Sehingga, pada masa selanjutnya, beberapa faktor pemiskinan tersebut, menjadi pemicu gerakan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial.

Begitulah kondisi umum Kabupaten Lebak di zaman kolonial, yang digambarkan secara gamblang oleh Douwes Dekker dalam novelnya ”Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda”. Benar, Douwes Dekker tak pernah berhasil mengangkat taraf hidup penduduk Lebak lebih baik; alih-alih, melalui sebuah konspirasi rivalnya, ia difitnah dan berhasil dicampakkan dari jabatannya sebagai Asisten Residen. Namun demikian, kendati dia seorang pegawai kolonial, semangatnya untuk melakukan perubahan dan meningkatkan taraf hidup penduduk Lebak, menjadi contoh yang patut ditiru.

Rangkasbitung dan Revolusi Indonesia

Kemiskinan telah menjadi keseharian penduduk Lebak. Dan dampaknya dari faktor itu pula, sifat radikalisme terbangunkan. Sejak pemberontakan komunis 1926, Rangkasbitung sebagai ibukota Lebak, menjadi kota terpenting kedua di Banten setelah Serang. Kota ini selalu dijadikan basis pergerakan politik para tokoh revolusioner Banten.

Pada Juni 1945 misalnya, menjelang menyerahnya Jepang, beberpa pemuda Banten yang tergabung dalam Badan Pembantu Keluarga Peta (BPP) dan beberapa unsur pemuda lainnya, mengadakan sebuah pertemuan rahasia di kediaman Tachril, di Rangkasbitung. Pertemuan yang disponsori oleh BPP itu, dilakukan untuk membicarakan kemungkinan kemerdekaan Indonesia pasca menyerahnya Jepang dan memilih wakil Banten untuk menghadiri konferensi pemuda di Jakarta pada 9 Agustus 1945.

BPP adalah sebuah organisasi sosial yang memberikan bantuan kepada keluarga dari prajurit-prajurit Peta dan Heiho yang sudah meninggal. Organisasi ini menerbitkan dua kali sebulan majalahnya, dengan nama Pradjurit. Majalah ini dipimpin oleh Oto Iskandardinata dan Sjamsudin Sutan Makmur (Nugroho Notosusanto: 1979).

Dalam pertemuan Rangkasbitung itu, hadir pula Tan Malaka, tokoh pergerakan yang ketika berada di Banten mengubah namanya menjadi Ilyas Husein. Sebagian besar pemuda yang hadir dalam pertemuan, menyatakan akan memutuskan setiap hubungan kerjasama dengan Jepang dan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sebagian kecil lainnya berpendapat, masih perlu menjalin kerjasama dengan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Di tengah hiruk pikuk perdebatan, Tan Malaka mengemukakan pendapatnya, supaya perbedaan taktis itu hendaknya diselesaikan di konferensi Jakarta saja. Kemudian Tan Malaka menambahkan, bahwa perlu dibentuk sebuah organisasi sendiri dengan pemimpinnya sendiri yang sama sekali tak berhubungan dengan Jepang. Akhirnya pertemuan diakhiri dengan memilih Tan Malaka sebagai wakil Banten. Selain itu, terpilih juga enam orang radikal lainnya, Tje Mamat adalah salah satunya.

Pertemuan Rangkasbitung tersebut jarang disebut, dalam sejarah Indonesia, kecuali dicatat dalam laporan Tan Malaka, yang kemudian dikutip oleh Harry A. Poeze dalam bukunya ”Pergulatan Menuju Republik: Tan Malaka 1925-1945”. Pertemuan Rangkasbitung itu, diyakini menjadi tonggak awal beberapa peristiwa  lain yang mewarnai kondisi politik Banten selama periode awal revolusi.

Dewan Perwakilan dan Terbunuhnya Bupati R.T. Hardiwinangun

Hubungan tokoh-tokoh revolusioner di Banten dengan Tan Malaka pada periode Jepang hingga masa awal kemerdekaan Indonesia, terjalin dengan dekat. Tokoh besar yang riwayatnya diselubungi misteri itu berhasil menanamkan pengaruh kuat dikalangan tokoh-tokoh tersebut. Didirikannya Dewan Rakyat oleh Tje Mamat diyakini, oleh karena anjuran Tan Malaka kepada segenap eksponen perjuangan di Banten, untuk mendirikan sebuah organisasi yang bertujuan demi kemerdekaan rakyat semata.

Kekacauan politik dan kekosongan pemerintahan, menyebabkan munculnya tindakan-tindakan beberapa kelompok politik, khususnya veteran pemberontakan 1926, untuk membalaskan dendam mereka kepada pejabat pemerintah, polisi dan orang-orang  Belanda. Suasana revolusi yang euforistik mendorong kaum ulama mengambil alih kepemimpinan. Atas dasar itulah K.H. Achmad Chatib diangkat sebagai residen Banten. Kendati demikian, pemerintahan yang baru itu tak dapat segera mengendalikan keadaan. Pembunuhan tetap terjadi dimana-mana.

Di pihak lain, Tje Mamat dengan Dewan Perwakilan Rakyatnya semakin leluasa bergerak, bahkan dalam level tertentu mereka menjelma, menjadi penguasa Banten yang sesungguhnya. Tujuan mereka hanyalah satu: mencapai kemerdekaan rakyat Indonesia yang hakiki. Hubungan Dewan Rakyat dengan Pemerintahan Pusat RI di Jakarta yang renggang, membuat gusar Presiden Soekarno. Beberapa media massa di Jakarta memberitakan bahwa Banten, dibawah kendali Dewan Rakyat akan memisahkan diri dari Republik. Aksi bersenjata untuk membubarkan Dewan Rakyat pun dilakukan oleh TKR, Namun hal  itu tak semudah yang diperkirakan pemerintah Jakarta. Dewan Rakyat tetap berkuasa.

Hingga akhirnya, Presiden Soekarno disertai Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Jaksa Agung Mr. Kasman Singodimedjo, mengunjungi Serang dan Rangkasbitung pada tanggal 9-12 Desember 1945. Dalam pidatonya di Rangkasbitung, Bung Karno mengatakan, bahwa kedaulatan rakyat jangan ditafsirkan secara harfiah. Adalah penting untuk menjaga persatuan nasional dalam bingkai Negara Republik Indonesia. Bung Hatta yang terkenal pendiam pun turut bicara, ia mengatakan, bahwa Dewan Rakyat tak berguna dan harus dibubarkan.

Ketika Bung Karno dan Bung Hatta berada di Rangkasbitung, beberapa anggota Dewan Rakyat menculik dan membunuh Bupati Lebak R.T. Hardiwinangun di daerah Cisiih. Para penculik datang kepadanya dengan mengaku sebagai utusan Presiden Soekarno. Peristiwa pembunuhan itu tidak lain bertujuan untuk menunjukkan kepada Presiden Soekarno, bahwa Dewan Rakyat tidak main-main dengan tujuannya. Tetapi pada akhirnya Dewan Rakyat dibubarkan, dan para pembunuh Bupati R.T. Hardiwinangun berhasil ditangkap. Banten tetap menjadi bagian integral Republik Indonesia.

Setitik Rangkasbitung dalam Belanga Sejarah Indonesia

Seluruh rangkaian peristiwa tersebut, menunjukkan pergolakan sejarah yang pernah terjadi di Banten, khususnya di Rangkasbitung sebagai salah satu kota terpenting dalam aktivitas politik di Banten. Rangkasbitung dengan segala kekurangan dan kelebihannya memiliki posisi yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Kendati hanya sebuah kota kecil, Rangkasbitung, atau Kabupaten Lebak dalam skala yang lebih luas, merupakan memorabilia perjuangan bangsa yang sudah selayaknya diperkenalkan ke segala penjuru Indonesia, bahkan dunia.

Oleh karena itu, penting bagi segenap komponen masyarakat di Kabupaten Lebak untuk bersama-sama mengambil hikmah dari sejarah dan mewarisi serta memaknai sifat radikalisme rakyat Banten dalam bingkai transformasi yang progresif. Penggalan kisah diatas, merupakan rekreasi ke masa lampau yang bertujuan merefleksikan kembali berbagai hal dimasa lalu, sehingga kita bersama dapat mengambil pelajaran serta melakukan kritik dan otokritik bagi diri kita, sebagai bagian dari sejarah Rangkasbitung.

Sejarah ibarat Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tanpa KTP kita takkan memiliki identitas, yang tentu akan sangat merepotkan. Begitu pula sejarah, tanpa seorang individu atau sekelompok masyarakat, bagaikan kehilangan ingatan (amnesia) dan tak memiliki jati diri. Dan Rangkasbitung, adalah seumpama satu pilar penyanggga bangunan sejarah Indonesia. Menghilangkan peran Rangkasbitung dalam sejarah Indonesia, sama halnya dengan meruntuhkan bangunan sejarah itu sendiri.

Sejalan dengan semua itu, Rangkasbitung sebagai salah sebuah kota bersejarah, menyimpan berbagai memori penting dalam kaitannya dengan sejarah Indonesia. Sejak zaman kolonial hingga awal kemerdekaan, Rangkasbitung terkenal sebagai salah satu pusat radikalisme rakyat Banten. Selain beberapa peristiwa penting, juga banyak tokoh nasional yang dilahirkan atau mengawali karirnya di kota ini.

Bagi Benjamin Mangkoedilaga misalnya, mantan hakim agung yang terkenal karena keberaniannya memutus TEMPO tak bersalah dalam kasus pembredelan tahun 1994, Rangkasbitung adalah sebuah kota yang memberinya inspirasi. Dari kota ini pula ia memulai kesuksesannya sebagai hakim. Oleh karena itu, untuk mengenang kembali pergaulannya dengan Rangkasbitung, ia menulis sebuah buku dengan judul ”Dari Alun-alun Timur Rangkasbitung ke Medan Merdeka Utara”.

Wajar jika W.S. Rendra menciptakan sebuah puisi ”Doa Pemuda Rangkasbitung Rotterdam”, dan harapan ribuan warga lainnya: semoga tak ada lagi ketimpangan sosial-ekonomi yang mendera, tak ada lagi kemiskinan yang meililit dan tak ada lagi korupsi yang merajalela.
Sumber : http://www.salakanagara.org/_/articles/rangkasbitung-dalam-sejarah-indonesia
http://rangkasku.web.id/artikel/220-rangkasbitung-dalam-sejarah-indonesia.html

Posted in | Leave a comment

KAMI JUAL GULA SEMUT GULA AREN DAN MINYAK CENGKEH

ANDA MUNGKIN BELUM TAHU BAHWA SAYA BERSAMA CV ALTERNATIF YANG BERLOKASI DI JALAN RAYA RANGKASBITUNG KM10 SAJIRA LEBAK BANTEN MENJUAL GULA SEMUT DENGAN HARGA RP.13.100,-- PER KG, GULA AREN (GULA KOJOR) DIJUAL RP. 9.300,-- PER KG DAN MINYAK CENGKEH (HARGA HUBUNGI KAMI).

Posted in | 4 Comments

FOTO-FOTO RANGKASBITUNG LEBAK BANTEN





Posted in | Leave a comment